Selasa, 15 April 2008

NORMA SOSIAL

Norma sosial adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Norma sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.

Norma tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh hukuman. Misalnya, bagi siswa yang terlambat dihukum tidak boleh masuk kelas, bagi siswa yang mencontek pada saat ulangan tidak boleh meneruskan ulangan.

Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar.

Senin, 14 April 2008

Makna Norma

Norma merupakan aturan-aturan dengan sanksi-sanksi yang dimaksudkan untuk mendorong bahkan menekan orang perorangan, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan untuk

mencapai nilai-nilai sosial.

Macam-macam Norma dan sangsinya

  1. Macam-macam norma dan sanksinya dilihat dari tingkat sanksi atau kekuatan mengikatnya terdapat beberapa macam norma :

A. Tata cara ( usage )

Tata cara merupakan norma yang menunjuk kepada satu bentuk perbuatan dengan sangsi yang sangat ringan terhadap pelanggarnya.

Misalnya : Cara memegang garpu atau sendok ketika makan,

Pelanggaran atau penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi hanya sekedar celaan atau dinyatakan tidak sopan oleh orang lain.

B. Kebiasaan (folkways)

Kebiasaan atau Folkways merupakan cara-cara bertindak yang digemari oleh masyarakat sehingga dilakukan berulang-ulang oleh banyak orang. Folkways mempunyai kekuatan untuk mengikat yang lebih besar dari pada cara.

Misalnya: Mengucapkan salam ketika bertemu, membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan kepada orang yang lebih tua. Apabila tindakan itu tidak dilakukan maka sanksinya adalah berupa teguran, sindiran, atau perunjingan.

C. Tata Kelakuan (mores)

Tata kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada filsafat, ajaran agama atau ideology yang dianut oleh masyarakat.

Misalnya : Larangan berzina,berjudi,minum-minuman keras, penggunaan narkotika dan zat-zat adiktif (obat-obatan terlarang) dan mencuri.

Tata kelakuan sangat penting dalam masyarakat,karena berfungsi :

a) Memberikan batas-batas pada kelakuan-kelakuan individu.Setiap masyarakat mempunyai tata kelakuan masing-masing yang seringkali berbeda yang satu dengan yang lain.

b) Tata kelakuan mengidentifikasikan individu dengan kelompoknya.Disatu pihak tata kelakuan memaksa agar individu menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata kelakuan yang berlaku,dan di lain pihak memaksa masyarakat untuk menerima individu berdasarkan kesanggupannya menyesuaikan dirinya dengan tata kelakuan yang berlaku.

c) Tata kelakuan menjaga solidaritas antara anggota-anggota masyarakat sehingga mengkukuhkan ikatandan mendorong tercapainya integrasi social yang kuat.

D. Adat ( customs )

Adat merupakan norma ynag tidak tertulis namun sangat kuat mengikat, sehingga anggota-anggota masyarkat yang melanggar adat istiadat akan menderita, karena sanksi keras yang kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan.

Misalnya : Pada masyarakat yang melarang terjadinya perceraian,apabila terjadinya perceraian maka tidak hanya yang bersangkutan yang mendapatkan sanksi atau menjadi tercemar, tetapi seluruh keluarga bahkan masyarakatnya.

E. Hukum (laws)

Hukum merupakan norma yang bersifat formal dan berupa aturan tertulis. Ketentuan sanksi terhadap pelanggar paling tegas apabila dibandingkan dengan norma-norma yang disebut terdahulu.

  1. Macam-macam norma dan sanksinya dibedakan berdasarkan jenis atau sumbernya, yaitu :

A. Norma Agama adalah norma mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sanksinya: mendapat dosa

B. Norma Kesusilaan adalah petunjuk hidup yang berasal dari akhlak atau dari hati nurani sendiri tentang apa yang lebih baik dan apa yang buruk.

Sanksinya: akan dikucilkan orang lain

C. Norma Kesopanan adalah petunjuk hidup yang mengatur bagaimana seseorang harus bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat .

Sanksinya: akan dicemoohkan oleh masyarakat dalam pergaulan .

D. Norma Hukum adalah himpunan petunjuk hidup atau peraturan-peraturan oleh pemerintah.

Sanksinya: dipenjara atau denda.

NORMA SOSIAL DAN PERUNDINGAN

Norma Sosial & Perundingan

Rizal Panggabean

Pada dasarnya, aksi manusia di bidang sosial, ekonomi, dan politik, baik yang berupa tindakan fisik maupun mental, dapat dibedakan kepada aksi yang kausal atau normatif, aksi yang purposif atau rasional, dan aksi yang bernilai intrinsik. Suatu tindakan dilakukan karena ada norma, baik norma pribadi maupun norma sosial yang mengharuskan tindakan tersebut. Norma tersebut menjadi semacam proses atau mekanisme yang menyebabkan mengapa tindakan itu terjadi. Selain itu, suatu tindakan dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yaitu tindakan yang disebut tindakan purposif. Tindakan semacam ini biasanya bersifat rasional atau berdasarkan perkiraan untung-rugi. Akhirnya, suatu tindakan juga dapat terjadi terlepas dari sebab atau tujuan tertentu. Tindakan jenis terakhir ini dilakukan karena dianggap memiliki nilai intrinsik yang menyebabkan seseorang merasa enak melakukan tindakan tersebut, bahkan kadang-kadang seperti kecanduan melakukannya.[1]

Sebagai salah satu jenis aksi manusia, aksi yang berlandaskan norma sosial memiliki legitimasi bila norma tersebut dianut oleh bayak orang dan ditopang oleh persetujuan atau penolakan banyak orang pula. Norma sosial juga ditopang emosi yang terpicu apabila norma tersebut dilanggar. Misalnya adalah rasa malu si pelanggar dan rasa marah orang lain yang mengetahuinya. Salah satu basis filosofis norma sosial adalah prinfip Kantianism (dari nama Immanuel Kant) yang berbunyi: Lakukanlah x jika x adalah aktivitas yang akan menguntungkan semua orang bila semua orang melakukannya. Seringkali, norma melakukan x disertai norma yang lebih tinggi levelnya, yang mengharuskan si pelanggar norma tingkat pertama dihukum. Bentuk-bentuk norma sosial cukup beranekaragam. Contoh-contohnya adalah:

· Konvensi, misalnya: berjalanlah di sebelah kiri (atau di sebelah kanan) jalan.

· Kode kehormatan, seperti berani dan ksatria, jujur, memenuhi janji, dan membalas kebaikan orang lain terhadap kita, balas dendam.

· Norma bekerjasama dalam situasi dilema pesakitan, seperti norma memberikan suara dalam pemilu.

· Norma dilema sumberdaya, seperti norma yang mengharuskan setiap anggota membayar iyuran yang sama nilainya.

Norma dalam Perundingan:

Ada banyak norma sosial yang terkait dengan proses perundingan. Norma-norma tersebut belum tentu terpisah satu sama lain. Selain berhubungan, norma yang satu bisa jadi adalah norma-bawahan yang berinduk ke norma sosial lain, dan suatu norma sosial bisa mencakup beberapa norma-bawahan.

1. Fairness (“distributive justice”), yaitu norma yang mengatur pembagian sumberdaya dan kewajiban. Norma ini mencakup kesetaraan (equality), kesepadanan (equity), dan sesuai kebutuhan (needs). Seperti dijelaskan di bawah, kesepakatan lebih mudah dicapai bila ada salah satu prinsip fairness yang dapat diterima pihak-pihak yang berunding. Kesepakatan yang didasarkan atas prinsip fairness yang jelas disebut dengan solusi prominen, yaitu solusi yang mencolok dan tidak dapat dihindari. Kadang-kadang, kesepakatan tidak dapat dicapai walau ada prinsip yang dapat diterapkan terhadap perundingan tersebut. Sebabnya adalah karena pihak-pihak yang bertikai memberikan penafsiran yang berbeda terhadap prinsip tersebut. Sebagai contoh, salah satu pihak merasa bahwa konsesi yang ia berikan lebih besar dari konsesi yang dibuat lawan berunding, atau persepsi bahwa konsesi lawan berunding lebih kecil dari konsesi yang dia buat. Ini disebut bias partisan.

2. Kesetaraan atau equality. Norma ini mengatakan setiap orang harus setara dalam mendapatkan manfaat dan memberikan kontribusi. Ada empat tipe prinsip kesetaraan dalam negosiasi.

· Setara dalam hasil. Pihak-pihak yang berunding mendapatkan keuntungan yang setara dari hasil atau kesepakatan perundingan, yaitu apabila hasil perundingan itu bisa dibagi. Contohnya adalah agen pembeli dan agen penjual yang membagi dua komisi.

· Setara dalam pembuatan konsesi. Misalnya, dalam situasi jalan buntu ketika buruh meminta kenaikan enam persen dan manajemen menawarkan empat persen, maka dengan sama-sama membuat konsesi yang setara kedua belah pihak dapat sepakat pada lima persen. Dalam hal ini, kesetaraan dalam pembuatan konsesi mungkin dilakukan karena perbedaan kedua pihak berada pada skala yang obyektif.

· Penyelasaran aspirasi. Dalam hal ini penerapan prinsip kesetaraan dalam pembuatan konsesi tidak dalam skala yang obyektif, melainkan skala yang subyektif, yaitu aspirasi. Dilihat dari sudut besar kecilnya ambisi, Tietz dan Weber (1978) membagi aspirasi kepada lima tingkatan: (1) tawaran pertama, (2) sasaran optimis, (3) sasaran pesimistis, (4) titik ancaman penolakan, (5) titik penolakan aktual. Para perunding cenderung berada pada tingkat aspirasi yang sama, misalnya sama-sama berada pada tingkatan aspirasi 3 (sasaran pesimistis) atau 4 (titik ancaman penolakan). Pembuatan konsesi dalam konteks ini adalah penyelarasan atau penyeimbangan aspirasi kedua pihak yang berunding dengan mengurangi level aspirasi masing-masing.

· Preseden luar. Dalam hal ini, kedua belah pihak sama-sama bersedia merujuk kepada kesepakatan lain yang relevan, yang pernah dicapai di dalam perundingan lain. Kesepakatan yang dicapai ditentukan berdasarkan preseden terdahulu.

3. Kesepadanan atau equity. Norma ini mengatakan keuntungan yang diperoleh seseorang harus seimbang dengan kontribusi yang ia berikan. Upah harus seimbang dengan pekerjaan yang dilakukan.

4. Sesuai kebutuhan atau needs principle. Prinsip ini mengatakan perolehan dan keuntungan yang didapatkan seseorang harus seimbang dengan kebutuhannya (orang yang sakit harus dirawat).

5. Resiprositas atau imbal-balas. Norma resiprositas mengharuskan seseorang yang membalas perlakukan baik dengan perlakuan baik pula, dan membalas perlakukan buruk dengan perlakuan buruk. Seorang perunding harus membuat konsesi kalau lawan berunding membuat konsesi.

6. Membuat konsesi. Sebagai norma dalam perundingan, membuat konsesi terkait dengan berbagai norma atau prinsip sosial, seperti fairness, resiprositas, kesetaraan, norma kehormatan, dan kebutuhan,

Konflik Prinsip/Norma

Dalam suatu perundingan, bisa terjadi tubrukan dan ketidakselarasan di antara dua prinsip atau lebih, yaitu apabila masing-masing prinsip mengarah kepada hasil yang berbeda atau bertentangan. Selain itu, kecenderungan “bias partisan,” yang menyebabkan seorang perunding cenderung menggunakan norma atau prinsip yang menguntungkannya, bisa semakin mempersulit pencapaian kesepakatan. Sebagai contoh, perundingan sulit mencapai kesepakatan bila prinsip kesepadanan (equity) mengarah kepada hasil yang bertentangan dengan prinsip kesetaraan dalam hasil (equal outcome). Begitu pula, perundingan yang memungkinkan penerapan norma kesetaraan hasil dan kesetaraan konsesi sulit mencapai kesepakatan apabila kedua norma ini mengarah kepada hasil yang berbeda.

Masalah tambahan lainnya sehubungan dengan norma adalah adanya unsur emosional. Norma dan prinsip tersebut tampak bermoral dan normal sehingga pihak yang menganutnya cenderung memegangnya dengan kukuh dan kaku, dan pada gilirannya kesulitan menerima atau menghargai tuntutan pihak lawan berunding. Salah satu kesimpulan penelitian mengatakan para perunding akan mudah mencapai kesepakatan apabila mereka menyepakati norma atau prinsip tertentu di dalam perundingan.

Apabila para perunding tetap terpaku pada perbedaan prinsip, ada beberapa cara yang dapat digunakan perunding atau penengah:

1. yakinkan pihak yang bersikeras denan prinsip tertentu bahwa prinsip tersebut tidak dapat diterapkan dalam perundingan yang tengah dilakukan.

2. yakinkan pihak tersebut bahwa ada prinsip lain yang sama absahnya atau lebih absah lagi yang dapat diterapkan dalam perundingan tersebut tetapi bertentangan dengan prinsip yang ia gunakan.

3. yakinkan pihak perunding bahwa prinsip yang ia anut dapat diterapkan dengan cara selain yang ia ajukan.

4. temukan jalan keluar menang-menang yang dapat memuaskan baik pihak yang berpegang pada prinsip maupun lawan berunding.

5. coba mengalihkan pembicaraan dari prinsip ke isu-isu kongkret.